Orang Islam mempunyai 3 perkara
yang mesti dimiliki :
1. ILMU
1. ILMU
2. AMAL
3. IMAN
Sebelum menjadi seorang islam mesti lah memiliki ilmu ke islaman yang lengkap ,setelah lengkap dengan ilmu ,barulah beramal dengan ilmu itu,dengan beramal dengan ilmu, barulah datang iman,makam amal adalah ilmu makam iman adalah amal, dengan adanya ini barulah islam sejati, sama sama kita merenung sejenak,...:
Bermulanya usul ma'rifat ini
ialah untuk mentakrifkan hal keadaan kita di dalam masa kita beramal. Sesudah
kita faham di atas segala- gala rukun dan jalan-jalan di dalam hal keadaan
agama Islam, barulah kita memulakan segala amalan. Seperti sabda Rasulullah
SAW, ertinya : " Bermula sembahyang ( solat ) itu ada tiga bahagian :
1. Sembahyang
orang-orang Mubtadi Yakni semata-mata ia untuk menutupkan fitnah dunia. Dan
sekadar Mengetahui akan segala rukun-rukun dan waktu serta berpakaian bersih
dan mengetahui wajib dan sunat semata-mata ia untuk mendapat pahala. Maka amalan
ini syirik semata-mata.
2. Sembahyang
orang Mutawasit Menyempurnakan perintah Allah semata-mata hatinya berhadapkan
Allah. Tiada ia mengira dosa dan pahala. Semata-mata ia berserah kepada Allah.
Maka di atas amalan ini adalah lebih baik daripada yang pertama itu, tidaklah
ia terkena syirik.
3. Sembahyang
orang Mumtahi Tiada ia sembahyang dengan sebenar-benarnya melainkan Allah,
kerana ditilik pada dirinya adalah golongan dhoif, fakir, hina dan lemah.
Semata-mata pandangan di dalam sembahyang itu tiada dengan kehendaknya
melainkan Kehendak Allah.
La' maujud bila' hakikat ilallah :
La' maujud bila' hakikat ilallah :
" Tiada
maujud bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ".
La' haiyyun bila' hakikat ilallah :
La' haiyyun bila' hakikat ilallah :
" Tiada
yang hidup bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ".
La' 'alimun
bila' hakikat ilallah :
" Tiada
yang mengetahui bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ".
La' qadirun bila' hakikat ialallah :
La' qadirun bila' hakikat ialallah :
" Tiada
yang berkuasa bagi hakikat ku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ".
La' iradatun bila' hakikat ilallah :
La' iradatun bila' hakikat ilallah :
" Tiada
yang berkehendak bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ".
La' sami'un bila' hakikat ilallah :
La' sami'un bila' hakikat ilallah :
" Tiada
yang mendengar bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ".
La' basirun bila' hakikat ilallah :
La' basirun bila' hakikat ilallah :
" Tiada
yang melihat bagi hakikat ku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ".
Wa la' mutakallimun bila' hakikat ilallah :
Wa la' mutakallimun bila' hakikat ilallah :
" Tiada
yang berkata-kata bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah."
Maka inilah yang sebenar-benarnya sembahyang seperti sabda Abu Hurairah r.a. :
" Sembahyanglah kamu seperti Rasulullah SAW sembahyang katanya : Takbirlah kamu seperti Rasulullah SAW takbir. Qiyamlah kamu seperti Rasulullah SAW qiyam. Ruku'lah kamu seperti Rasulullah SAW ruku'. Sujudlah kamu seperti Rasulullah SAW sujud. Tahiyyatlah kamu seperti Rasulullah SAW tahiyyat. Salamlah kamu seperti Rasulullah SAW salam."
Begitulah seterusnya di dalam amalan. Janganlah sekali-kali kita buat tanpa mempelajari, nanti sia-sia saja amalan kita itu. Bak kata pepatah " Kalau berdayung biarlah di air. Lambat laun kita akan sampai jua". Maka sesudah kita ketahui akan segala rukunnya, maka wajiblah kita mengetahui akan makna dari "niat" terlebih dahulu. Sebab niat itu bukannya mudah untuk kita memahaminya. Kerena yang dikatakan niat itu ialah tiada berhuruf, tiada berupa dan tiada bersuara. Tidak ada "niat" yang dinamakan niat, jika menggunakan huruf yang dibaca. Jikalau ada suara boleh didengar. Jikalau ada rupa boleh dipandang. Jikalau dapat nyata ia di atas huruf, rupa dan ada suara, maka ini bukannya niat lagi. Seperti sabda Rasulullah SAW : " Qasdu syai-in muktarinan bi fiklihi " Artinya : " Mengeja sesuatu hal keadaan disertai dengan perbuatan." Dan satu lagi Hadis mengatakan : "An niatu bilqalbi bila' sautin wala' harfin" Artinya : " Bahwasanya niat itu di dalam hati, tiada suara dan tiada berhuruf ." Jika niat itu kita sebutkan kata di dalam hati, umpamanya tatkala mengatakan " Allahu Akbar " : Aku sembahyang fardhu Zuhur atau fardhu Asar maka ini dinamakan dia niat 'arfiah. Inilah niat bagi kedudukan orang-orang awam yakni di atas mereka baru menuntut ilmu. Adapun yang dikatakan niat itu terbahagi ia kepada tiga :
1 - Qasad : Menyatakan pada " usalli fardhu " menandakan ada waktu pada hamba yang taat.
2 - Ta'rad : Menyatakan pada "arba'a raka'at" menandakan ada rukun, yakni bersedia hamba untuk menunaikan.
Maka inilah yang sebenar-benarnya sembahyang seperti sabda Abu Hurairah r.a. :
" Sembahyanglah kamu seperti Rasulullah SAW sembahyang katanya : Takbirlah kamu seperti Rasulullah SAW takbir. Qiyamlah kamu seperti Rasulullah SAW qiyam. Ruku'lah kamu seperti Rasulullah SAW ruku'. Sujudlah kamu seperti Rasulullah SAW sujud. Tahiyyatlah kamu seperti Rasulullah SAW tahiyyat. Salamlah kamu seperti Rasulullah SAW salam."
Begitulah seterusnya di dalam amalan. Janganlah sekali-kali kita buat tanpa mempelajari, nanti sia-sia saja amalan kita itu. Bak kata pepatah " Kalau berdayung biarlah di air. Lambat laun kita akan sampai jua". Maka sesudah kita ketahui akan segala rukunnya, maka wajiblah kita mengetahui akan makna dari "niat" terlebih dahulu. Sebab niat itu bukannya mudah untuk kita memahaminya. Kerena yang dikatakan niat itu ialah tiada berhuruf, tiada berupa dan tiada bersuara. Tidak ada "niat" yang dinamakan niat, jika menggunakan huruf yang dibaca. Jikalau ada suara boleh didengar. Jikalau ada rupa boleh dipandang. Jikalau dapat nyata ia di atas huruf, rupa dan ada suara, maka ini bukannya niat lagi. Seperti sabda Rasulullah SAW : " Qasdu syai-in muktarinan bi fiklihi " Artinya : " Mengeja sesuatu hal keadaan disertai dengan perbuatan." Dan satu lagi Hadis mengatakan : "An niatu bilqalbi bila' sautin wala' harfin" Artinya : " Bahwasanya niat itu di dalam hati, tiada suara dan tiada berhuruf ." Jika niat itu kita sebutkan kata di dalam hati, umpamanya tatkala mengatakan " Allahu Akbar " : Aku sembahyang fardhu Zuhur atau fardhu Asar maka ini dinamakan dia niat 'arfiah. Inilah niat bagi kedudukan orang-orang awam yakni di atas mereka baru menuntut ilmu. Adapun yang dikatakan niat itu terbahagi ia kepada tiga :
1 - Qasad : Menyatakan pada " usalli fardhu " menandakan ada waktu pada hamba yang taat.
2 - Ta'rad : Menyatakan pada "arba'a raka'at" menandakan ada rukun, yakni bersedia hamba untuk menunaikan.
3 - Ta'yin :
Menyatakan pada " Lillah Ta'ala " menandakan suruhan Allah yakni
menghadapi kiblat hati.
Maka sesudah
nyata Qasad, Ta'rad, Ta'yin berarti telah nyatalah kiblat dada kepada
Baitullah. Kiblat hati kepada nyawa zat memandang zat. Sifat memandang sifat.
Barulah kita mengatakan " Allahu Akbar ". Serta hadir mata hati musyahadah kepada Zat Allah Ta'ala semata-mata. Maka ini barulah dinamakan niat. Seperti yang dinyatakan di dalam Hadis Imam al-Gahazali r.a. katanya, "Adapun kedudukan usalli, fardhu, rakaat, lillah ta'ala, Allahu Akbar." ialah seperti berikut :
Barulah kita mengatakan " Allahu Akbar ". Serta hadir mata hati musyahadah kepada Zat Allah Ta'ala semata-mata. Maka ini barulah dinamakan niat. Seperti yang dinyatakan di dalam Hadis Imam al-Gahazali r.a. katanya, "Adapun kedudukan usalli, fardhu, rakaat, lillah ta'ala, Allahu Akbar." ialah seperti berikut :
- Usalli -
maksudnya amanah Tuhan terhadap hamba, maka tatkala hambaNya telah menerima
syariatNya, maka wajiblah kembalikan kepadaNya dengan keadaan yang sempurna.
- Rakaat - menyatakan hal kelakuanNya. Maka hilangkanlah kehendakmu di dalam halNya dan hapuskanlah fe'el mu di dalam kelakuanNya barulah sah amalannya.
- Lillahi ta'ala - menyatakan sirNya ( rahsia ). Maka fana'lah sir iktikad cinta rasa dan nafsu mu di dalam sir Allah. Barulah nyata ada kiblat bagi kamu.
- Rakaat - menyatakan hal kelakuanNya. Maka hilangkanlah kehendakmu di dalam halNya dan hapuskanlah fe'el mu di dalam kelakuanNya barulah sah amalannya.
- Lillahi ta'ala - menyatakan sirNya ( rahsia ). Maka fana'lah sir iktikad cinta rasa dan nafsu mu di dalam sir Allah. Barulah nyata ada kiblat bagi kamu.
- Allahu Akbar -
menyatakan kaya Tuhan terhadap hamba. Karena hamba sampai kepada seruan Allah
Ta'ala karenanya Allah Ta'ala esa, Muhammad yatim, hamba dhoif. Tiap-tiap yang
datang mesti akan kembali. Maka kembali sekalian hamba-hamba itu di dalam
seruan Allahu Akbar. Maka bergemalah suara-suara hambamu yang taat itu
mengatakan dan memuji akan nama Allahu Akbar dan terlintaslah suara mu'minnya
terus tujuh petala langit dan terus tujuh petala bumi. Maka bersahut-sahut akan
roh-roh Anbia' dan Aulia' serta Malaikat dengan katanya, "Sejahteralah
umat-umat mu ya Muhammad !".
4. Fardhu - sah
dan nyata. Bersifat di atasnya hamba. Maka tiap-tiap yang bersifat hamba
mestilah ada yang empunya hak. Maka kembalilah sifat-sifat mu kepada yang
berhak. Cara-cara kembalinya kepada yang berhak,adalah dengan diwajibkan kepada
fardhu. Tiap-tiap perbuatan ataupun amalan adalah dengan fardhu. Tanpa dengan
niat fardhu perbuatan itu sia-sia saja. Maka tidak berartilah kamu beramal.
Kerena fardhu itu berpandukan kepada sifat Wahdaniah. Kita mesti ketahui mana
yang dikatakan fardhu sebelum fardhu dan mana yang dinamai fardhu di dalam
fardhu dan di mana letaknya fardhu di akhir fardhu. Oleh karena itu kita
seharusnya mencari kesimpulan ini jika kita mau sempurnakan amalan kita. Jalan
sudah ada. Kepada saudara ku maka segeralah mencari maksud pengajaran ini.
Seperti yang sudah diketahui, " Fardhu " membawa maksud kepada " sah dan nyata ". Dan fardhu itu berpandukan kepada sifat Wahdaniah. Seperti yang diketahui pula, sifat Wahdaniah itu artinya Esa zat Allah Ta'ala, mustahil berbilang-bilang. Inilah yang wajib kita fahami mengapa sesuatu perbuatan yang wajib itu difardhukan. MAKSUD "Umpamanya kita mesti mengetahui mana dia yang dikatakan fardhu sebelum fardhu dan mana yang dikatakan fardhu di dalam fardhu dan di mana terletaknya fardhu diakhir fardhu ? " Aku sebenarnya ingin mengajak saudara kepada teori dan praktik di dalam sesutau amal perbuatan itu mesti disahkan dan nyata ilmu tersebut oleh guru dan ada kebenarannya di sisi Allah Ta'ala. Aku ingin mengambil satu contoh. Misalnya di dalam sholat, rata-rata kita mengetahui hukum-hukumnya seperti berdiri dengan betul hingga diakhiri dengan memberi salam. Semua orang yang beragama Islam pasti tahu aturannya, anak-anak sekolah dasar pun tahu bagaimana melakukan sholat. Sebelum sholat , terlebih dulu kita wajib berwudhu'. Bagaimana pula dengan niat berwudhu' ? Timbul lagi persoalan ! TETAPI apa yang saya maksudkan, sudahkah kita dapat petuah-petuah yang sebenarnya di dalam fardhu-fardhu tersebut ? Bagimana yang dikatakan berdiri betul, bagaimana yang dikatakan niat, seterusnya sehingga memberi salam. Ini yang saya hendak ingin untuk difahami. Perbuatan sholat tersebut yang wajib disahkan dan nyata !.
Kita sering menekankan persoalan berilmu dan beramal, yakni ilmu yang wajib disertakan dengan amal perbuatan. Kalau tidak amalan kita akan menjadi sia-sia. Bagi saya persoalan sholat itu adalah begitu penting. Dengan sebab itu, mendirikan sholat itu dikatakan sebagai tiang agama. Tapi bagi saya mendirikan sholat itu sebagai " Tiang Arash " ! Kenapa demikian ?, karena seperti yang sudah saya katakan pada saudara Habib bahwa "di dalam sholatlah kita boleh di-ISRA' dan di-MI'RAJ-kan. Kita boleh merasai pengalaman-pengalaman tersebut. Inilah yang dikatakan hakikat di dalam perbuatan sholat. Pengalaman yang bagaimana ? Hanya diri saudara-saudara ku sendiri yang boleh menjawabnya. Bukan diri saya, saya hanya sekadar " MERIWAYATKAN " amanah Allah SWT ! Sabda Rasulullah SAW : LA TASIHHU'L-SALATU ILLA BI'L-MA'RIFAH Bermaksud : " Tiada sah sholat melainkan dengan ma'rifat." AL-MA'RIFATU SIRRI Bermaksud : "Yang ma'rifat itu rahsiaku." Sebagai " Talib " yakni orang yang menuntut ilmu itu, kita akan melalui dua kategori iaitu :
1. SALIK
2. SALIK MAJZUB
Dengan sebab itu
saya mengatakan, "setiap individu itu mempunyai satu Tuhan".
Maksudnya " ma'rifat di antara kita ( setiap individu ) di dalam
meng-ESA-kan Allah Ta'ala itu berbeda-beda." Perkara ini berpegang kepada
pertanyaan yang diajukan oleh Saidina Abu Bakar As-Siddiq kepada Rasulullah SAW
semasa baginda turun dari Mi'raj bertemu Allah Ta'ala. Tanya Saidina Abu Bakar
kepada Rasulullah SAW, " Bagaimana engkau melihat dan kenal Allah Ta'ala,
ya Muhammad ? Jawab Rasulullah SAW, "'Araftu rabbi bi rabbi!" yakni
"Aku kenal Tuhan ku dengan Tuhan ku!" Sungguh simbolik, tetapi itulah
jawapan yang paling mampu Rasulullah SAW gambarkan. Apabila lain dari pada
Allah tiada dilihatnya, maka fana' hukumnya pada ibarat ini. Perkataan ini
terlalu musykil. Oleh karena itu saudara-saudaraku hendaklah benar-benar tahkik
mengetahuinya. Saudara Suluk dan Habib sendiri saya pasti bersedia maklum apa
yang dikatakan atau bagaimana yang dikatakan "Kalam Allah" -
"Tiada berhuruf dan tiada bersuara." Dengan sebab itulah Rasulullah
SAW ditajallikan sebagai seorang hamba yang "Tiada tahu menulis dan tiada
tahu membaca !" Di dalam konsep penerimaan wahyu oleh Rasulullah SAW
sendiri, baginda "gemetar" untuk menerimanya dan lagi bagaimana untuk
menyampaikan kepada ummat yang lain agar ummat-ummat ketika itu faham, tahkik
dan boleh menerima setiap rahsia dan perkhabaran dari wahyu yang "Tiada
berhuruf dan tiada bersuara." Itu ummat Islam generasi Rasulullah SAW !
Berhadapan ( berhadap terus ) dengan Rasulullah SAW ! Tiada hijab dengan
Rasulullah SAW! Bagaimana pula dengan " Umat Muhammad Akhir Zaman" ?
Bertumpuk-tumpuk hijabnya. Langsung tidak dapat " membayangi " kelibat
Rasulullah SAW !